Rabu, 09 November 2011

Teori Organisasi Umum

LATAR BELAKANG
Organisasi nirlaba atau organisasi non profit adalah suatu organisasi yang bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal didalam menarik perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak komersil, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (moneter). Organisasi nirlaba meliputi gereja, sekolah negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi politis, bantuan masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi jasa sukarelawan, serikat buruh, asosiasi profesional, institut riset, museum, dan beberapa para petugas pemerintah.

Pada zaman yang semakin berkembang pesat ini, banyak organisasi yang dibangun oleh pihak-pihak tertentu mulai dari organisasi kecil sampai organisasi yang sangat besar, ada juga organisasi yang menguntungkan dan tidak menguntungkan. Banyak hal yang membedakan antara organisasi nirlaba dengan organisasi lainnya (laba). Dalam hal kepemilikan, tidak jelas siapa sesungguhnya ’pemilik’ organisasi nirlaba, apakah anggota, klien, atau donatur. Pada organisasi laba, pemilik jelas memperoleh untung dari hasil usaha organisasinya. Dalam hal donatur, organisasi nirlaba membutuhkannya sebagai sumber pendanaan. Berbeda dengan organisasi laba yang telah memiliki sumber pendanaan yang jelas, yakni dari keuntungan usahanya. Dalam hal penyebaran tanggung jawab, pada organisasi laba telah jelas siapa yang menjadi Dewan Komisaris, yang kemudian memilih seorang Direktur Pelaksana. Sedangkan pada organisasi nirlaba, hal ini tidak mudah dilakukan. Anggota Dewan Komisaris bukanlah ’pemilik’ organisasi.

Namun dalam praktek sehari-hari, tidak jarang kita temui organsisasi nirlaba, tampil dalam berbagai bentuknya, sehingga sulit dibedakan dengan organisasi bisnis pada umumnya. Misalnya, suatu organsisasi nirlaba yang untuk mendanai kebutuhan operasinya berasal dari penjualan barang atau jasa maupun dari hutang. Pada dasarnya organsiasi semacam ini mempunyai karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan organisasi bisnis. Dalam konteks ini akan dibahas tentang organisasi non profit atau yang dikenal dengan sebutan NIRLABA. Organisasi jenis tersebut sering kita jumpai dimana-mana,misalnya saja organisasi yayasan yatim piatu. Yayasan yatim piatu merupakan organisasi dalam konteks keagamaan yang mana tugasnya adalah mengurus dan mendidik anak- anak yatim piatu tanpa mengutamakan keuntungan yang akan diperoleh. Namun, walaupun sudah banyak yayasanyatim piatu di Negara ini, masih banyak terlihat pula anak-anak jalanan yang terlantar dan tidak mendapatkan kehidupan yang layak sebagaimana mestinya.
 
MASALAH
                Masalah  yang  muncul  dalam  organisasi  nirlaba  tergantung  tiga  faktor  utama  :  ukuran,  bentukdan sumberdaya organisasi.Semakin  besar  unit  manajemen  dalam  organisasi  semakin  besar  peluang  terjadinya  masalah internal.  Organisasi  dengan  bentuk  formal  yang  ketat  dalam  birokrasi  seperti  Yayasan  akan lebih  memiliki  peluang  terjadinya  masalah  lebih  besar  dibanding  organisasi  yang  lebih  longgar dalam   struktur   organisasi   seperti   Perkumpulan.   Organisasi   yang   memiliki   kemampuan sumberdaya besar akan lebih memiliki potensi terjadinya masalah lebih besar dibanding dengan organisasi yang lemah dalam sumberdaya terutama sumberdaya finansial.Organisasi dengan ukuran lebih kecil memungkinkan komunikasi antar staf yang lebih intensif dan  substansial,  dibanding  organisasi  dengan  ukuran  besar.  Organisasi  dengan  ukuran  kecil biasanya didirikan oleh orang yang saling kenal dekat dan relatif memiliki kesamaan pandanga dalam melihat visi, misi dan tujuan organisasi. Kohesifitas organisasi lebih kuat, karena aktivis,dalam  organisasi  kecil  umumnya  memiliki  “ideologi”  yang  sama  dan  proses  historis  yang mengikat diantara aktivis di dalamnya.


LANDASAN TEORI
Organisasi adalah sekumpulan orang yang saling bekerja sama untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.Terdapat beberapa teori dan perspektif mengenai organisasi, ada yang cocok sama satu sama lain, dan ada pula yang berbeda. Organisasi pada dasarnya digunakan sebagai tempat atau wadah dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya (uang, material, mesin, metode, lingkungan), sarana-parasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi.
Organisasi Nirlaba itu sendiri adalah suatu organisasi yang bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal di dalam menarik perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak komersil, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (moneter). Organisasi nirlaba meliputi gereja, sekolah negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi politis, bantuan masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi jasa sukarelawan, serikat buruh, asosiasi profesional, institut riset, museum, dan beberapa para petugas pemerintah.
Pengertian organisasi menurut para ahli adalah
a)       James D. Mooney
Organisasi adalah sebagai bentuk setiap perserikatan orang-orang untuk mencapai suatu tujuan bersama.
b)       John D. Millet
Organisasi adalah sebagai kerangka struktur dimana pekerjaan dari beberapa orang diselenggarakan untuk mewujudkan tujuan bersama.
c)       Herbert A. Simon
Organisasi adalah sebagai pola komunikasi yang lengkap dan hubungan-hubungan lain di dalam suatu kelompok orang-orang.
d)       Chester L. Barnard
Organisasi adalah sebuah sistem tentang aktivitas kerjasama dua orang atau lebih dari sesuatu yang tidak berwujud dan tidak pandang bulu, yang sebagian besar tentang persoalan silaturahmi.
e)       Dwight Waldo
Organisasi adalah sebagai suat struktur dari kewenangan-kewenangan dan kebiasaan-kebiasaan dalam hubugan antara orang-orang pada satu sistem administrasi.
f)        Luther Gulick
Organisasi adlah sebagai suatu alat yang saling berhubungan di mana satuan-satuan kerja yang memberikan mereka kepada orang-orang yang ditempatkan dalan struktur kewenangan, dengan demikian pekerjaan dapat dikoordinasikan oleh perintah para alasan kepada para bawahan yang menjangkau dari puncak sampai ke dasar dari seluruh badan usaha.
CIRI – CIRI ORGANISASI NIRLABA
1. Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapakan pembayaran kembali atas    manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan.
2. Menghasilkan barang dan/ atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan kalau suatu entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para pendiri atau pemilik entitas tersebut.
3. Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas pada saat likuiditas atau pembubaran entitas.
Organisasi semacam ini memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan organisasi bisnis pada umumnya. Para pengguna laporan keuangan organisasi nirlaba memiliki kepentingan bersama yang tidak berbeda dengan organisasi bisnis, yaitu untuk menilai:

1. Jasa yang diberikan oleh organisasi nirlaba dan kemampuannya untuk terus memberikan jasa tersebut
2. Cara manajer melaksanakan tanggung jawabnya dan aspek kinerja manajer. 

PEMBAHASAN MASALAH
                Organisasi dengan ukuran besar dan sistem manajemen yang lebih kompleks pada umumnya mengadopsi  prinsip  pengelolaan  manajemen  modern.  Ada  divisi  kerja  yang  ketat,  sistem renumerasi serta aturan main yang tidak jauh beda dengan organisasi bisnis. Komunikasi tidak sedemikian mudah bisa dilakukan antara manajemen puncak dengan staf lapisan bawah dalam organisasi. Sistem rekrutmen lebih terbuka dan profesional pada satu sisi merupakan sebuah kebutuhan, namun di sisi lain memungkinkan masuknya orang baru diluar klik” para penggagas atau  pendiri  organisasi,  yang  sering  berbeda  pandangan  dan  haluan  dengan  orang  lama. Organisasi  besar  juga  memiliki  struktur  organisasi  dimana  terjadi  pembagian  dan  hirarki kekuasaan yang ketat di mana memiliki potensi terjadinya perbedaan pendapat dan ketegangan antara lapisan kekuasaan dalam organisasi.
 Organisasi dalam bentuk formal Yayasan sesuai dengan perundangan yang berlaku, membagi organisasi  dalam  unsur  unsur  yang  memiliki  fungsi  tertentu,  seperti  :  pembina,  pengurus, pelaksana  dan  pengawas.  Walaupun  tidak  merupakan  keharusan,  namun  seringkali  yang duduk  di  pembina  dan  pengurus  adalah  tokoh-tokoh  senior  atau  mantan  pengurus  yang memiliki kekuatan baik kekuatan personal maupun pengalaman dalam organisasi. Sementara itu, pelaksana pada umumnya adalah sosok yang lebih muda dari para senior yang duduk di pengurus atau pembina Yayasan. Pada banyak kasus, sering terjadi konflik antara pembina dan pelaksana, antara senior dan junior, dan dalam konteks Yayasan, antara yang merasa memiliki sekaligus pemberi mandat dengan yang melaksanakan mandat.
 Walaupun tidak berlaku umum, bentuk Perkumpulan lebih rendah resikonya dibanding dengan Yayasan.  Bentuk  organisasi  perkumpulan  lebih  longgar  dalam  konteks  struktur  dan  hirarki dalam  organisasi.  Hal  ini  mereduksi  potensi  konflik,  karena  status  kepemilikan  organisasi adalah dimiliki bersama. Konflik yang tejadi pada Perkumpulan pada umumnya adalah bukan konflik struktural atau tata kelola namun lebih pada konflik personal atau ideologis.
 Ada yang berseloroh dan sering menjadi bahasan dikalangan aktivis organisasi nirlaba adalah “dulu   ketika   miskin   bisa   rukun,   kini   sudah   kaya   malah   berantem.   Hal   ini   menyangkut keberadaan  sumberdaya  terutama  sumberdaya  finansial.  Sumberdaya  tidak  hanya  finansial, tapi termasuk manusia, pengetahuan dan jejaring. Namun dari semua faktor itu soal finansial yang  lebih  sering  menjadi  sumber  konflik. Ketika  proyek  dan  dana  dari  donor  mengalir  deras dalam sebuah organisasi maka terjadilah masalah baru mengenai siapa dapat apa dan berapa.
 Ini  adalah  soal  perebutan  akses  dalam  pengelolaan  dana,  atau  yang  lebih  pragmatis  dari  itu adalah soal pembagian benefit dari dana yang dikelola. Dalam banyak kasus, organisasi yang mengklaim  sebagai  NGO  yang  profesional  justru  sering  mengalami  konflik  internal  terkait masalah finansial ini.
 Ditinjau dari sumber pengaruh, faktor yang mengakibatkan konflik ada dua hal, bersumber dari problem internal ataupun eksternal organisasi. Sumber eksternal adalah tekanan dari faktor kebijakan  dan  sumberdaya  eksternal,  utamanya  adalah  kebijakan  donor  dan  keterbatasan sumberdaya.
Akhir-akhir  ini  kalangan NGO  tidak  memiliki  “kemewahan”  lebih  dibanding  masa  sebelumnya, berkaitan  dengan  minimnya  sumber  pendanaan  dari  luar  negeri.  Krisis  ekonomi  global  dan munculnya isu isu “baru” mengubah arah pergerakan dunia LSM. Perubahan iklim, MDGs, krisis ekonomi dan lain sebagainya adalah narasi global yang menentukan arah pergerakan sumber pendanaan   LSM   saat   ini.   Hal   ini   akan   mempengaruhi   kondisi   internal   LSM   dalam pergerakaannya,  serta  memunculkan  konflik  dalam  konteks  manajemen  dan  substansi  tema gerak organisasi.
Faktor internal adalah ketika konflik bersumber pada masalah dalam internal organisasi. Dalam momentum dan kasus tertentu, situasi potensial konflik seperti diulas diatas termanifestasikan dalam  bentuk  faksionalisasi  kepentingan  dan  ketegangan  antar  lapisan  kekuasaan  dalam organisasi.  Dalam  banyak  kasus,  konflik  dari  sumber  internal  lebih  sering  terjadi  dibanding konflik eksternal.
Selain   dilihat   dari   mana   sumber   konflik   berasal,   konflik   juga   terjadi   karena   tipologi kepemimpinan dalam organisasi. Ada beberapa model tipe kepemimpinan dalam organisasi nirlaba yakni otoriter, demokratis dan pragmatis.
Pemimpin dengan tipe otoriter sering kali rentan konflik, oleh karena aktivis atau staf organisasi nirlaba sangat menjunjung tinggi nilai nilai normatif, seperti keadilan dan kesetaraan. Pemimpin otoriter  biasanya  muncul  karena  karakteristik  personal  dari  individu  pemimpin  tersebut,  yang berkait dengan kekuasaan yang dimiliki untuk pengambilan keputusan.

Tipe demokratis adalah pemimpin yang mengedepankan negosiasi dan lebih partisipatif dalam mengambil  keputusan.  Model  pemimpin  ini  juga  tidak  bebas  konflik,  karena  mengakibatkan lemahnya  penegakan  aturan  dan  kelambanan  dalam  pengambilan  keputusan  oleh  karena mengutamakan  proses.  Namun  konflik  yang  terjadi  dalam  kepemimpinan  demokratis  adalah konflik horizontal bukan vertikal.
Tipe  kepemimpinan  pragmatis  adalah  pemimpin  yang  menekankan  pada  aspek  manajerial sesuai  tugas  pokok  fungsinya  dan  kurang  mengakomodasi  hal-hal  diluar  aspek  manajemen. Umumnya  pemimpin  model  ini  mengabaikan  aspek  personal  dalam  pengelolaan  organisasi, dan menganggap semua masalah bisa diselesaikan dengan perangkat atau tools manajemen. Sayangnya,   organisasi   nirlaba   berisi   aktivis   yang   sebagian   besar   cenderung   melakukan personifikasi terhadap kerja yang dilakukan atas nama nilai sosial dan ideologi.
Sumber yang ketiga adalah faksionalisasi dalam organisasi.
Faksionalisasi ini menarik untuk dicermati karena sangat umum terjadi dalam organisasi nirlaba. Faksionalisasi bisa dilihat dari beberapa hal yaitu sumber, motivasi dan durasi.
Dari  segi  sumber  faksionalisasi,  bisa  terbentuk  karena  aspek  historis,  ideologis  maupun pragmatis. Dalam satu organisasi, faksi bisa terbentuk karena para anggota kelompok memiliki pengalaman historis yang sama. Misalnya pernah bekerja di lembaga yang sama, berasal dari lulusan  dari  universitas  yang  sama  atau  kesamaan  identitas  seperti  asal  daerah,  suku  atau agama          yang sama. Anggota organisasi dengan kesamaan identitas akan memiliki kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya, memperlancar intensitas komunikasi dan secara sadar atau tidak sadar membentuk solidaritas kelompok.
Sumber  faksionalisasi  juga  bisa  tumbuh  dari  kesamaan  ideologi  atau  paradigma  walaupun secara  historis  mereka  berbeda.  Kesamaan  ideologis  mempertebal  keyakinan  bersama  akan nilai yang diperjuangkan melalui organisasi dimana tempat mereka bekerja.
Sementara faksionalisasi juga bisa dari kepentingan pragmatis, yakni adanya tujuan bersama jangka pendek, kepentingan patron klien dan kesamaan kepentingan dalam aspek manajemen dalam organisasi.
Dari  segi  motivasi,  terbentuknya  faksionalisasi  bisa  dianalisis  dari  kepentingan  apa  dibalik faksionalisasi tersebut.Ada pengelompokan dalam organisasi yang terbentuk untuk kepentingan perebutan kekuasaan dalam organisasi, ada pengelompokan yang terbentuk untuk
tujuan   memperjuangkan   ide   atau   nilai   tertentu,   bahkan   ada   juga   yang   terbentuk   untuk memperjuangkan dukungan finansial tertentu. Dalam beberapa kasus faksionalisasi tidak hanya horizontal namun juga vertikal, dalam arti melibatkan struktur kekuasaan dalam organisasi.
Berbeda dengan organisasi politik, dimana kepemimpinan dalam faksi sangat nampak menonjol dengan gerak lebih terbuka, dalam organisasi nirlaba kepemimpinan bersifat simbolik. Misalnya ada istilah “dia orangnya si A”, atau “dia kaki tangan si B” atau asosiasi dengan divisi formal dalam organisasi, orang lapangan versus orang manajemen” dan seterusnya.
Dari  segi  durasi,  faksionalisasi  bisa  dilihat  dalam  jangka  waktu  keberadaanya.  Faksi  dengan tujuan  kepentingan  pragmatis  biasanya  berlangsung  lebih  pendek  dari  yang  tujuan  ideologis. Misalnya,  ada  satu  kelompok  terbentuk  karena  kepentingan  untuk  keadilan  dalam  perlakuan manajemen,  ketika  kepentingan  terpenuhi  maka  ikatan  faksionalisasi  akan  pudar  dan  usai. Sementara  itu  faksi  karena  kesamaan  historis  atau  ideologis  akan  lebih  langgeng  dibanding yang bersadar atas kepentingan jangka pendek.
Ada dua pandangan dalam melihat masalah/konflik organisasi, yakni normatif dan deskriptif.
Pandangan  normatif  adalah  melihat  konflik  dari  sisi  harusnya,  menggunakan  pegangan  nilai tertentu  untuk  memandang  konflik.  Pandangan  normatif  dalam  konflik  memandang  konflik dalam sudut pandang ideal, sehingga konflik yang muncul dilihat sebagai tendensi negatif yang harus  diselesaikan.  Ini  menjadi  landasan  bagi  munculnya  model  penyelesaian  konflik  dalam kerangka keselarasan dan harmoni untuk kestabilan organisasi.
Pandangan  deksriptif  adalah  mengungkap  konflik  apa  adanya,  memahami  sebagai  sebuah realitas dalam interaksi sosial dalam organisasi. Konflik bukanlah sebuah tendensi yang melulu negatif  namun  juga  pembelajaran  positif  dalam  konteks  dinamika  organisasi.  Penyelesaian konflik   tidak   bersandar   pada   nilai   tertentu,   namun   diletakkan   dalam   konteks   realitas kepentingan  antar  faksi  sehingga  solusi  lebih  pada  negosiasi  kepentingan,  resolusi  dan transformasi konflik dalam organisasi.
Tipologi konflik dalam internal organisasi nirlaba bisa dibedakan dalam beberapa hal : personal, relasional dan struktural.

Konflik  personal adalah konflik antar  individu dalam organisasi dengan sumber konflik  seperti diulas diatas. Konflik personal kadang-kadang merupakan akibat dari masalah yang tidak ada urusannya  dengan  organisasi.  Masalah  pribadi  bisa  menjadi  sumber  konflik  personal,  yang kemudian berkembang menjadi konflik yang lebih meluas. Ketidaksukaan dalam cara berbicara, gaya hidup, persaingan antar individu adalah contoh dari konflik personal.
Konflik  relasional  adalah  konflik  oleh  karena  peran  yang  melekat  individu  dalam  organisasi. Konflik   antara   direktur   dengan   bawahan,   antara   manajer   dan   staf   lapangan,   antara administrator keuangan dengan pelaksana program adalah contoh konflik relasional. Interaksi antar  kepentingan  kelompok  dalam  organisasi  kadang  tidak  selalu  sejalan  dan  menimbulkan perbedaan  pendapat.  Namun  seringkali  konflik  relasional  diawali  dengan  konflik  personal, dimana aktor yang terlibat menggunakan “klik”nya untuk memperoleh dukungan.
Konflik  struktural  adalah  bentuk  konflik  yang  lebih  mendalam.  Konflik  struktural  berkaitan dengan  kekuasaan  dalam  organisasi.  Konflik  struktural  adalah  model  konflik  antar  lapisan kekuasaan  dalam  organisasi.  Dimensi  konflik  struktural  bisa  sangat  ideologis  maupun  bisa sangat pragmatis tergantung sumber masalahnya, namun pada intinya terjadi ketegangan antar lapisan   kekuasaan   dalam   organisasi   secara   vertikal.   Konflik   struktural   seringkali   karena akumulasi dari persoalan personal maupun relasional yang terpendam.