LATAR BELAKANG
Organisasi nirlaba atau organisasi non profit adalah suatu organisasi yang bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal didalam menarik perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak komersil, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (moneter). Organisasi nirlaba meliputi gereja, sekolah negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi politis, bantuan masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi jasa sukarelawan, serikat buruh, asosiasi profesional, institut riset, museum, dan beberapa para petugas pemerintah.
Pada zaman yang semakin berkembang pesat ini, banyak organisasi yang dibangun oleh pihak-pihak tertentu mulai dari organisasi kecil sampai organisasi yang sangat besar, ada juga organisasi yang menguntungkan dan tidak menguntungkan. Banyak hal yang membedakan antara organisasi nirlaba dengan organisasi lainnya (laba). Dalam hal kepemilikan, tidak jelas siapa sesungguhnya ’pemilik’ organisasi nirlaba, apakah anggota, klien, atau donatur. Pada organisasi laba, pemilik jelas memperoleh untung dari hasil usaha organisasinya. Dalam hal donatur, organisasi nirlaba membutuhkannya sebagai sumber pendanaan. Berbeda dengan organisasi laba yang telah memiliki sumber pendanaan yang jelas, yakni dari keuntungan usahanya. Dalam hal penyebaran tanggung jawab, pada organisasi laba telah jelas siapa yang menjadi Dewan Komisaris, yang kemudian memilih seorang Direktur Pelaksana. Sedangkan pada organisasi nirlaba, hal ini tidak mudah dilakukan. Anggota Dewan Komisaris bukanlah ’pemilik’ organisasi.
Namun dalam praktek sehari-hari, tidak jarang kita temui organsisasi nirlaba, tampil dalam berbagai bentuknya, sehingga sulit dibedakan dengan organisasi bisnis pada umumnya. Misalnya, suatu organsisasi nirlaba yang untuk mendanai kebutuhan operasinya berasal dari penjualan barang atau jasa maupun dari hutang. Pada dasarnya organsiasi semacam ini mempunyai karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan organisasi bisnis. Dalam konteks ini akan dibahas tentang organisasi non profit atau yang dikenal dengan sebutan NIRLABA. Organisasi jenis tersebut sering kita jumpai dimana-mana,misalnya saja organisasi yayasan yatim piatu. Yayasan yatim piatu merupakan organisasi dalam konteks keagamaan yang mana tugasnya adalah mengurus dan mendidik anak- anak yatim piatu tanpa mengutamakan keuntungan yang akan diperoleh. Namun, walaupun sudah banyak yayasanyatim piatu di Negara ini, masih banyak terlihat pula anak-anak jalanan yang terlantar dan tidak mendapatkan kehidupan yang layak sebagaimana mestinya.
MASALAH
Masalah yang muncul dalam organisasi nirlaba tergantung tiga faktor utama : ukuran, bentukdan sumberdaya organisasi.Semakin besar unit manajemen dalam organisasi semakin besar peluang terjadinya masalah internal. Organisasi dengan bentuk formal yang ketat dalam birokrasi seperti Yayasan akan lebih memiliki peluang terjadinya masalah lebih besar dibanding organisasi yang lebih longgar dalam struktur organisasi seperti Perkumpulan. Organisasi yang memiliki kemampuan sumberdaya besar akan lebih memiliki potensi terjadinya masalah lebih besar dibanding dengan organisasi yang lemah dalam sumberdaya terutama sumberdaya finansial.Organisasi dengan ukuran lebih kecil memungkinkan komunikasi antar staf yang lebih intensif dan substansial, dibanding organisasi dengan ukuran besar. Organisasi dengan ukuran kecil biasanya didirikan oleh orang yang saling kenal dekat dan relatif memiliki kesamaan pandanga dalam melihat visi, misi dan tujuan organisasi. Kohesifitas organisasi lebih kuat, karena aktivis,dalam organisasi kecil umumnya memiliki “ideologi” yang sama dan proses historis yang mengikat diantara aktivis di dalamnya.LANDASAN TEORI
Organisasi adalah sekumpulan orang yang saling bekerja sama untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.Terdapat beberapa teori dan perspektif mengenai organisasi, ada yang cocok sama satu sama lain, dan ada pula yang berbeda. Organisasi pada dasarnya digunakan sebagai tempat atau wadah dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya (uang, material, mesin, metode, lingkungan), sarana-parasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi.
Organisasi Nirlaba itu sendiri adalah suatu organisasi yang bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal di dalam menarik perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak komersil, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (moneter). Organisasi nirlaba meliputi gereja, sekolah negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi politis, bantuan masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi jasa sukarelawan, serikat buruh, asosiasi profesional, institut riset, museum, dan beberapa para petugas pemerintah.
Pengertian organisasi menurut para ahli adalah
a) James D. Mooney
Organisasi adalah sebagai bentuk setiap perserikatan orang-orang untuk mencapai suatu tujuan bersama.
b) John D. Millet
Organisasi adalah sebagai kerangka struktur dimana pekerjaan dari beberapa orang diselenggarakan untuk mewujudkan tujuan bersama.
c) Herbert A. Simon
Organisasi adalah sebagai pola komunikasi yang lengkap dan hubungan-hubungan lain di dalam suatu kelompok orang-orang.
d) Chester L. Barnard
Organisasi adalah sebuah sistem tentang aktivitas kerjasama dua orang atau lebih dari sesuatu yang tidak berwujud dan tidak pandang bulu, yang sebagian besar tentang persoalan silaturahmi.
e) Dwight Waldo
Organisasi adalah sebagai suat struktur dari kewenangan-kewenangan dan kebiasaan-kebiasaan dalam hubugan antara orang-orang pada satu sistem administrasi.
f) Luther Gulick
Organisasi adlah sebagai suatu alat yang saling berhubungan di mana satuan-satuan kerja yang memberikan mereka kepada orang-orang yang ditempatkan dalan struktur kewenangan, dengan demikian pekerjaan dapat dikoordinasikan oleh perintah para alasan kepada para bawahan yang menjangkau dari puncak sampai ke dasar dari seluruh badan usaha.
CIRI – CIRI ORGANISASI NIRLABA
1. Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapakan pembayaran kembali atas manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan.
2. Menghasilkan barang dan/ atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan kalau suatu entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para pendiri atau pemilik entitas tersebut.
3. Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas pada saat likuiditas atau pembubaran entitas.
Organisasi semacam ini memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan organisasi bisnis pada umumnya. Para pengguna laporan keuangan organisasi nirlaba memiliki kepentingan bersama yang tidak berbeda dengan organisasi bisnis, yaitu untuk menilai:
1. Jasa yang diberikan oleh organisasi nirlaba dan kemampuannya untuk terus memberikan jasa tersebut
2. Cara manajer melaksanakan tanggung jawabnya dan aspek kinerja manajer.
PEMBAHASAN MASALAH
Organisasi dengan ukuran besar dan sistem manajemen yang lebih kompleks pada umumnya mengadopsi prinsip pengelolaan manajemen modern. Ada divisi kerja yang ketat, sistem renumerasi serta aturan main yang tidak jauh beda dengan organisasi bisnis. Komunikasi tidak sedemikian mudah bisa dilakukan antara manajemen puncak dengan staf lapisan bawah dalam organisasi. Sistem rekrutmen lebih terbuka dan profesional pada satu sisi merupakan sebuah kebutuhan, namun di sisi lain memungkinkan masuknya orang baru diluar “klik” para penggagas atau pendiri organisasi, yang sering berbeda pandangan dan haluan dengan orang lama. Organisasi besar juga memiliki struktur organisasi dimana terjadi pembagian dan hirarki kekuasaan yang ketat di mana memiliki potensi terjadinya perbedaan pendapat dan ketegangan antara lapisan kekuasaan dalam organisasi.
Organisasi dalam bentuk formal Yayasan sesuai dengan perundangan yang berlaku, membagi organisasi dalam unsur unsur yang memiliki fungsi tertentu, seperti : pembina, pengurus, pelaksana dan pengawas. Walaupun tidak merupakan keharusan, namun seringkali yang duduk di pembina dan pengurus adalah tokoh-tokoh senior atau mantan pengurus yang memiliki kekuatan baik kekuatan personal maupun pengalaman dalam organisasi. Sementara itu, pelaksana pada umumnya adalah sosok yang lebih muda dari para senior yang duduk di pengurus atau pembina Yayasan. Pada banyak kasus, sering terjadi konflik antara pembina dan pelaksana, antara senior dan junior, dan dalam konteks Yayasan, antara yang merasa memiliki sekaligus pemberi mandat dengan yang melaksanakan mandat.
Walaupun tidak berlaku umum, bentuk Perkumpulan lebih rendah resikonya dibanding dengan Yayasan. Bentuk organisasi perkumpulan lebih longgar dalam konteks struktur dan hirarki dalam organisasi. Hal ini mereduksi potensi konflik, karena status kepemilikan organisasi adalah dimiliki bersama. Konflik yang tejadi pada Perkumpulan pada umumnya adalah bukan konflik struktural atau tata kelola namun lebih pada konflik personal atau ideologis.
Ada yang berseloroh dan sering menjadi bahasan dikalangan aktivis organisasi nirlaba adalah “dulu ketika miskin bisa rukun, kini sudah kaya malah berantem”. Hal ini menyangkut keberadaan sumberdaya terutama sumberdaya finansial. Sumberdaya tidak hanya finansial, tapi termasuk manusia, pengetahuan dan jejaring. Namun dari semua faktor itu soal finansial yang lebih sering menjadi sumber konflik. Ketika proyek dan dana dari donor mengalir deras dalam sebuah organisasi maka terjadilah masalah baru mengenai siapa dapat apa dan berapa.
Ini adalah soal perebutan akses dalam pengelolaan dana, atau yang lebih pragmatis dari itu adalah soal pembagian benefit dari dana yang dikelola. Dalam banyak kasus, organisasi yang mengklaim sebagai NGO yang profesional justru sering mengalami konflik internal terkait masalah finansial ini.
Ditinjau dari sumber pengaruh, faktor yang mengakibatkan konflik ada dua hal, bersumber dari problem internal ataupun eksternal organisasi. Sumber eksternal adalah tekanan dari faktor kebijakan dan sumberdaya eksternal, utamanya adalah kebijakan donor dan keterbatasan sumberdaya.
Akhir-akhir ini kalangan NGO tidak memiliki “kemewahan” lebih dibanding masa sebelumnya, berkaitan dengan minimnya sumber pendanaan dari luar negeri. Krisis ekonomi global dan munculnya isu isu “baru” mengubah arah pergerakan dunia LSM. Perubahan iklim, MDGs, krisis ekonomi dan lain sebagainya adalah narasi global yang menentukan arah pergerakan sumber pendanaan LSM saat ini. Hal ini akan mempengaruhi kondisi internal LSM dalam pergerakaannya, serta memunculkan konflik dalam konteks manajemen dan substansi tema gerak organisasi.
Faktor internal adalah ketika konflik bersumber pada masalah dalam internal organisasi. Dalam momentum dan kasus tertentu, situasi potensial konflik seperti diulas diatas termanifestasikan dalam bentuk faksionalisasi kepentingan dan ketegangan antar lapisan kekuasaan dalam organisasi. Dalam banyak kasus, konflik dari sumber internal lebih sering terjadi dibanding konflik eksternal.
Selain dilihat dari mana sumber konflik berasal, konflik juga terjadi karena tipologi kepemimpinan dalam organisasi. Ada beberapa model tipe kepemimpinan dalam organisasi nirlaba yakni otoriter, demokratis dan pragmatis.
Pemimpin dengan tipe otoriter sering kali rentan konflik, oleh karena aktivis atau staf organisasi nirlaba sangat menjunjung tinggi nilai nilai normatif, seperti keadilan dan kesetaraan. Pemimpin otoriter biasanya muncul karena karakteristik personal dari individu pemimpin tersebut, yang berkait dengan kekuasaan yang dimiliki untuk pengambilan keputusan.
Tipe demokratis adalah pemimpin yang mengedepankan negosiasi dan lebih partisipatif dalam mengambil keputusan. Model pemimpin ini juga tidak bebas konflik, karena mengakibatkan lemahnya penegakan aturan dan kelambanan dalam pengambilan keputusan oleh karena mengutamakan proses. Namun konflik yang terjadi dalam kepemimpinan demokratis adalah konflik horizontal bukan vertikal.
Tipe kepemimpinan pragmatis adalah pemimpin yang menekankan pada aspek manajerial sesuai tugas pokok fungsinya dan kurang mengakomodasi hal-hal diluar aspek manajemen. Umumnya pemimpin model ini mengabaikan aspek personal dalam pengelolaan organisasi, dan menganggap semua masalah bisa diselesaikan dengan perangkat atau tools manajemen. Sayangnya, organisasi nirlaba berisi aktivis yang sebagian besar cenderung melakukan personifikasi terhadap kerja yang dilakukan atas nama nilai sosial dan ideologi.
Sumber yang ketiga adalah faksionalisasi dalam organisasi.
Faksionalisasi ini menarik untuk dicermati karena sangat umum terjadi dalam organisasi nirlaba. Faksionalisasi bisa dilihat dari beberapa hal yaitu sumber, motivasi dan durasi.
Dari segi sumber faksionalisasi, bisa terbentuk karena aspek historis, ideologis maupun pragmatis. Dalam satu organisasi, faksi bisa terbentuk karena para anggota kelompok memiliki pengalaman historis yang sama. Misalnya pernah bekerja di lembaga yang sama, berasal dari lulusan dari universitas yang sama atau kesamaan identitas seperti asal daerah, suku atau agama yang sama. Anggota organisasi dengan kesamaan identitas akan memiliki kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya, memperlancar intensitas komunikasi dan secara sadar atau tidak sadar membentuk solidaritas kelompok.
Sumber faksionalisasi juga bisa tumbuh dari kesamaan ideologi atau paradigma walaupun secara historis mereka berbeda. Kesamaan ideologis mempertebal keyakinan bersama akan nilai yang diperjuangkan melalui organisasi dimana tempat mereka bekerja.
Sementara faksionalisasi juga bisa dari kepentingan pragmatis, yakni adanya tujuan bersama jangka pendek, kepentingan patron klien dan kesamaan kepentingan dalam aspek manajemen dalam organisasi.
Dari segi motivasi, terbentuknya faksionalisasi bisa dianalisis dari kepentingan apa dibalik faksionalisasi tersebut.Ada pengelompokan dalam organisasi yang terbentuk untuk kepentingan perebutan kekuasaan dalam organisasi, ada pengelompokan yang terbentuk untuk
tujuan memperjuangkan ide atau nilai tertentu, bahkan ada juga yang terbentuk untuk memperjuangkan dukungan finansial tertentu. Dalam beberapa kasus faksionalisasi tidak hanya horizontal namun juga vertikal, dalam arti melibatkan struktur kekuasaan dalam organisasi.
Berbeda dengan organisasi politik, dimana kepemimpinan dalam faksi sangat nampak menonjol dengan gerak lebih terbuka, dalam organisasi nirlaba kepemimpinan bersifat simbolik. Misalnya ada istilah “dia orangnya si A”, atau “dia kaki tangan si B” atau asosiasi dengan divisi formal dalam organisasi, “orang lapangan versus orang manajemen” dan seterusnya.
Dari segi durasi, faksionalisasi bisa dilihat dalam jangka waktu keberadaanya. Faksi dengan tujuan kepentingan pragmatis biasanya berlangsung lebih pendek dari yang tujuan ideologis. Misalnya, ada satu kelompok terbentuk karena kepentingan untuk keadilan dalam perlakuan manajemen, ketika kepentingan terpenuhi maka ikatan faksionalisasi akan pudar dan usai. Sementara itu faksi karena kesamaan historis atau ideologis akan lebih langgeng dibanding yang bersadar atas kepentingan jangka pendek.
Ada dua pandangan dalam melihat masalah/konflik organisasi, yakni normatif dan deskriptif.
Pandangan normatif adalah melihat konflik dari sisi harusnya, menggunakan pegangan nilai tertentu untuk memandang konflik. Pandangan normatif dalam konflik memandang konflik dalam sudut pandang ideal, sehingga konflik yang muncul dilihat sebagai tendensi negatif yang harus diselesaikan. Ini menjadi landasan bagi munculnya model penyelesaian konflik dalam kerangka keselarasan dan harmoni untuk kestabilan organisasi.
Pandangan deksriptif adalah mengungkap konflik apa adanya, memahami sebagai sebuah realitas dalam interaksi sosial dalam organisasi. Konflik bukanlah sebuah tendensi yang melulu negatif namun juga pembelajaran positif dalam konteks dinamika organisasi. Penyelesaian konflik tidak bersandar pada nilai tertentu, namun diletakkan dalam konteks realitas kepentingan antar faksi sehingga solusi lebih pada negosiasi kepentingan, resolusi dan transformasi konflik dalam organisasi.
Tipologi konflik dalam internal organisasi nirlaba bisa dibedakan dalam beberapa hal : personal, relasional dan struktural.
Konflik personal adalah konflik antar individu dalam organisasi dengan sumber konflik seperti diulas diatas. Konflik personal kadang-kadang merupakan akibat dari masalah yang tidak ada urusannya dengan organisasi. Masalah pribadi bisa menjadi sumber konflik personal, yang kemudian berkembang menjadi konflik yang lebih meluas. Ketidaksukaan dalam cara berbicara, gaya hidup, persaingan antar individu adalah contoh dari konflik personal.
Konflik relasional adalah konflik oleh karena peran yang melekat individu dalam organisasi. Konflik antara direktur dengan bawahan, antara manajer dan staf lapangan, antara administrator keuangan dengan pelaksana program adalah contoh konflik relasional. Interaksi antar kepentingan kelompok dalam organisasi kadang tidak selalu sejalan dan menimbulkan perbedaan pendapat. Namun seringkali konflik relasional diawali dengan konflik personal, dimana aktor yang terlibat menggunakan “klik”nya untuk memperoleh dukungan.
Konflik struktural adalah bentuk konflik yang lebih mendalam. Konflik struktural berkaitan dengan kekuasaan dalam organisasi. Konflik struktural adalah model konflik antar lapisan kekuasaan dalam organisasi. Dimensi konflik struktural bisa sangat ideologis maupun bisa sangat pragmatis tergantung sumber masalahnya, namun pada intinya terjadi ketegangan antar lapisan kekuasaan dalam organisasi secara vertikal. Konflik struktural seringkali karena akumulasi dari persoalan personal maupun relasional yang terpendam.